Rupiah Menguat Tipis di Tengah Volatilitas Global, Dolar AS Turun ke Level Rp16.510
15 May 2025
15 Mei 2025 — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menguat tipis pada perdagangan Kamis (15/5), mencerminkan stabilisasi di tengah dinamika pasar global yang masih fluktuatif. Berdasarkan data perdagangan pasar spot, dolar AS ditutup di level Rp16.510, mengalami penurunan dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya di kisaran Rp16.561 per dolar AS.
Penguatan ini setara dengan apresiasi sebesar 0,31 persen dalam sehari, meskipun volatilitas nilai tukar masih tinggi dengan rentang pergerakan harian berada antara Rp16.494 hingga Rp16.575. Kondisi ini menunjukkan adanya sentimen positif terhadap rupiah meskipun tekanan eksternal belum sepenuhnya mereda.
Kurs di Perbankan
Di tingkat perbankan nasional, kurs dolar AS terhadap rupiah juga menunjukkan fluktuasi yang serupa. Berikut ini adalah data kurs jual dan beli di beberapa bank besar di Indonesia per Kamis, 15 Mei 2025:
Bank Central Asia (BCA):
-
Kurs e-Rate: Beli Rp16.510, Jual Rp16.540
-
TT Counter: Beli Rp16.375, Jual Rp16.675
-
Bank Notes: Beli Rp16.360, Jual Rp16.660
Bank Mandiri:
-
Kurs e-Rate: Beli Rp16.530, Jual Rp16.560
-
TT Counter: Beli Rp16.300, Jual Rp16.650
-
Bank Notes: Beli Rp16.300, Jual Rp16.650
Perbedaan antar bank menunjukkan adanya perbedaan strategi dalam menyikapi fluktuasi nilai tukar dan pengelolaan devisa oleh masing-masing institusi keuangan.
Faktor Pendorong Penguatan Rupiah
Menurut para analis, penguatan rupiah hari ini dipicu oleh pelemahan indeks dolar AS secara global. Sentimen investor yang lebih optimistis terhadap aset berisiko di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, turut memberikan tekanan terhadap dolar dan mendorong penguatan mata uang regional.
Di sisi lain, beberapa data ekonomi dari Amerika Serikat yang lebih lemah dari ekspektasi memberikan sinyal bahwa Federal Reserve mungkin akan menunda rencana kenaikan suku bunga lanjutan, yang turut menekan pergerakan dolar AS.
Namun demikian, tekanan terhadap rupiah belum sepenuhnya hilang. Ketidakpastian ekonomi global, termasuk ketegangan geopolitik serta potensi perlambatan ekonomi Tiongkok, tetap menjadi faktor yang membayangi stabilitas nilai tukar dalam beberapa waktu ke depan.